BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Faktor terpenting bagi seorang guru adalah etikanya.
itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik
bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penhacur bagi hari depan
anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) untuk
menanamkan pondasi keagamaan dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa
(tingkat menengah).
Perasaan dan emosi guru yang
mempunyai kepribadian terpadu tampak stabil, optimis dan menyenangkan. Dia
dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan
disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.
Tingkah laku atau moral guru
pada umumnya, merupakan penampilan lain dari kepribadiannya. Bagi anak didik
yang masih kecil, guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam
pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi
pembinaan kepribadian anak didik. Kalaulah tingkah laku atau akhlak guru yang
tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan rusak olehnya, karena anak
mudah terpengaruh oleh orang yang dikaguminya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian mengajar?
2. Apakah
pengertian etika mengajar?
3. Bagaimanakah pendapat
para ulama tentang etika mengajar?
4. Bagaimanakah
pengembangan etika mengajar dalam pendidikan Islam?
C.
Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui
pengertian dari mengajar.
2. Untuk mengetahui
etika mengajar.
3. Untuk mengetahui
pendapat para ulama tentang etika mengajar.
4. Untuk mengetahui
pengembangan pemikiran etika mengajar dalam pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mengajar
Dari segi bahasa kata mengajar dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia mengajar diartikan sebagai memberikan serta menjelaskan kepada
orang tentang suatu ilmu, memberi pelajaran dan melatih.
Pendidik (pengajar) adalah seoarang dewasa yang
bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam
perkembangan jasmani dan rohani agar mencapai kedewasaannya.[1]
Mengajar menurut William Burton adalah upaya dalam
memberikan peransang, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi
prose belajar. Sejalan dengan definisi diatas bahwa mengajar adalah memberikan
ilmu dan menjelaskan ilmu kepada orang atau murid, dan mengajar adalah memberi
pelajaran tentang suatu ilmu dan melatih anak murid yang di ajarkan.[2]
Kegiatan mengajar bagi seoarang guru menghendaki
hadirnya sejumlah murid, berbeda dengan belajar, belajar tidak selamanya
memerlukan seorang guru. Hal ini terkait dengan yang diungkapkan oleh
Djamharah, bahwa “guru yang mengajar dan anak didik yang belajar adalah satu
dwi tunggal dalam perpisahan raga jiwa bersatu antara guru dan murid”.
Konsep mengajar sering ditafsirkan karena senantiansa
dilandasi oleh teori belajar tertentu, sedangkan tafsiran tentang mengajar
adalah mewariskan kebudayaan nenek moyang masa lampau ke generasi baru secara
turun-temurun sehingga terjadi konservasi kebudayaan, Ada pula yang menyatakan
bahwa mengajar adalah proses menyampaikan pengetahuan dan kecakapan kepada
siswa.[3]
Dapat dirumuskan bahwa mengajar adalah guru yang
mengajar dan murid yang belajar. Mengajar paling terpenting dalam lingkungan
pencarian ilmu. Mengajar merupakan suatu kewajiban bagi orang-orang yang
berilmu. Dan mengajar adalah memberi berbagai macam ilmu pengetahuan kepada
anak didiknya atau murid yang di ajarkan. Mengajar juga pada dasarnya adalah
belajar mengajar. Ada pun dalam arti yang sederhana mengajar ada yang memberi
istilah degan guru, ustad, kyai, dan ulama.
B.
Etika Mengajar
Dalam proses mengajar, guru tidak lepas dari etika
mengajar apabila kesuksesan pendidikan ingin dicapai dengan sempurna. Jika
seorang guru memiliki etika yang baik dalam mengajar dan memikat maka ia akan
menjadi seorang guru yang disukai murid-muridnya. Mereka akan menerima pelajaran
yang diberikan dengan hati senang dan antusias. Dan tidak diragukan lagi, guru
yang tidak memiliki etika dalam mengajar, tidak akan bertahan lama menekuni
profesi sebagai seorang guru, kecuali karena terpaksa. Karena etika yang baik
akan membentuk sifat menerima antara guru dan murid-muridnya, yang merupakan
unsur terpenting dalam proses pendidikan.
Sedangkan menurut Moh. Athiyah Al-Abrasyi, seorang
pendidik Islam harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia melaksanakan
tugasnya dengan baik. Adapun sifat-sifat itu ialah:
1. Memiliki sifat
zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridaan allah
semata.
2. Seorang guru
harus jauh dari dosa besar, sifat riya’ (mencari nama), dengki, permusuhan
perselisihan dan lain-lain sifat yang tercela.
3. Ikhlas dalam
pekerjaan, keikhlasan dan kejujuran serorang guru di dalam pekerjaannya
merupakan jalan terbaik kearah suksesnya kedalam tugasnya dan sukses
murid-muridnya.
4. Seorang guru
harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan
kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena sebab-sebab yang
kecil, berkepribadian dan mempunyai harga diri.
5. Seorang guru
harus mencintai murid-mridnya, seperti cintanya terhadap anak-anaknya sendiri
dan memikirkan keadaan mereka seperti memikirkan diri sendiri.
6. Seorang guru
harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan pemikiran
murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam mendidik murid-muridnya.
7. Seorang guru
harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya, serta memperdalam
pengetahuannya sehingga mata pelajaran yang diajarkannya tidak akan bersifat
dangkal.[4]
C.
Problem Mengajar
Secara umum problem mengajar
dalam pendidikan Islam sebagai berikut:
1. Kurangnya profesionalitas pendidik baik secara metode, teknik, strategi,
teori serta prakteknya.
2. Keanekaragaman peserta didik karena perbedaan karakter peserta didik
dengan latar belakang masing- masing.
3. Adanya kebijakan- kebijakan dari pemerintah yang kurang mementingkan
kemaslahatan bersama.
4. Kurang adanya komunikasi aktif antar lingkungan pendidikan.
D. Etika
Mengajar Menurut Para Ulama
1. Al-Ghazali
Dalam suatu proses pendidikan
adanya pendidik merupakan suatu keharusan. Pendidik sangat berjasa dan berperan
dalam suatu proses pendidikan dan pembelajaran sehingga Al-Ghazali merumuskan
sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik diantaranya guru harus cerdas,
sempurna akal, dan baik akhlaknya; dengan kesempurnaan akal seorang guru dapat
memiliki ilmu pengetahuan secara mendalam dan dengan akhlak yang baik dia dapat
memberi contoh dan teladan bagi muridnya.
Menurut Al-Ghazali, guru yang
dapat diserahi tugas mengajar selain harus cerdas dan sempurna akalnya juga
baik akhlak dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki
berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dengan akhlaknya dapat menjadi
contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya guru dapat
melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.[5]
Selain sifat-sifat umum di atas
pendidik kendaknya juga memiliki sifat-sifat khusus dan tugas-tugas tertentu
diantaranya:
a.
Sifat kasih sayang.
b.
Mengajar dengan ikhlas dan tidak
mengharapkan upah dari muridnya.
c.
Menggunakan bahasa yang halus
ketika mengajar.
d.
Mengarahkan murid pada sesuatu
yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan siswa.
e.
Menghargai pendapat dan kemampuan
orang lain.
f.
Mengetahui dan menghargai
perbedaan potensi yang dimiliki murid.[6]
Seorang guru ketika mengajar dan
hendak mengajar hendaknya memperhatikan etika-etika berikut :
a.
Mensucikan diri dari hadats dan
kotoran.
b.
Berpakaian yang sopan dan rapi
serta berusaha berbau wewangian.
c.
Berniat beribadah ketika dalam
mengajarkan ilmu
d.
Menyampaikan hal-hal yang
diajarkan oleh Allah (walaupun hanya sedikit)
e.
Membiasakan membaca untuk
menambah ilmu pengetahuan
f.
Memberikan salam ketika masuk
kedalam kelas
g.
Sebelum belajar berdo’alah untuk
para ahli ilmu yang telah terlebih dahulu meninggalkan kita
h.
Berpenampilan yang kalem dan
menghindarkan hal-hal yang tidak pantas dipandang mata
i.
Menghindarkan diri dari gurauan
dan banyak tertawa
j.
Jangan sekali-kali mengajar dalam
kondisi lapar, makan, marah, mengantuk, dan lain sebagainya
k.
Hendaknya mengambil tempat duduk
yang strategis
l.
Usahakan berpenampilan ramah,
tegas, lugas dan tidak sombong
m. Dalam
mengajar hendaknya mendahulukan materi yang penting dan disesuaikan dengan
profesionalisme yang dimiliki
n.
Jangan mengajarkan hal-hal yang
bersifat subhat yang dapat menyesatkan
o.
Perhatikan msing-masing kemampuan
murid dalam meperhatikan dan jangan mengajar terlalu lama
p.
Menciptakan ketengan dalam
belajar
q.
Menegur dengan lemah lembut dan
baik ketika terdapat murid yang bandel
r.
Bersikap terbuka dengan berbagai
persoalan yang ditemukan
s.
Berilah kesempatan pada murid
yang datang terlambat dan ulangilah penjelasannya agar mudah dipahami apa yang
dimaksud
t.
Dan apabila sudah selesai berilah
kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.[7]
2.
Al- Zarnuzi
Sebagai calon pendidik selayaknya kita mengetahui kriteri guru yang baik.
Karena itu merupakan salah satu poin yang dibahas dalam konsep penddikan Al-
Zarnuzi yakni memilih ilmu, guru, teman
dan ketahanan dalam belajar. Dalam pembahasan memilih guru ada beberapa kriteri
yang ditulis oleh Al- Zarnuzi dalam kitabnya Ta’lim Muta’alim sebagai berikut:
a. Pedegogik merupakan ilmu yang
mengkaji bagaimana membimbing anak, bagaimana sebaiknya pendidik berhadapan
dengan anak didik, apa tugas pendidik dan tujuan mendidik anak. Dari kesimpulan
tersebut bahwa guru harus paham dan mengerti betul-betul hal-hal yang berhubungan
dengan pendidikan.
b. Seorang guru adalah figur yang
berbicara didepan dan harus bisa menghidupkan suasana dengan kemampuan
socialnya.
c. Profesional berarti seorang
pendidik harus paham betul akan materi yang ia sampaikan. Lebih detail lagi ia
selalu akan tugas atau materi yang ia bawakan kemaren, sehingga materi yang
dibawakan itu akan terus nyambung bagaikan mata rantai yang seling membutuhkan
satu sama lain.
d. Guru tidak hanya sebagai
pentransfer ilmu, akan tetapi juga sebagai pengajar etika yang berperan sebagai
uri tauladan. Konsep orang jawa bahwa guru adalah orang yang di gugu dan
ditiru, artinya guru adalah orang yang dihormati dan menjadi tauladan bagi
muridnya. Maka guru harus mengisi kepribadiannya dengan akhlakul karimah.
Dari keempat kriteri diatas, bukan berarti salah satu atau salah dua yang
harus dimiliki oleh pendidik profesional, akan tetapi kesemua itu bagaikan mata
rantai yang berurutan yang memang satu sama lain harus berhubungan dan
melengkapi. Sehingga hal itu akan menjadi efektif dan efisien dalam pencapaian
tujuan pendidikan.
3.
Ibn Al-Jama’ah
Etika Guru/Ulama Menurut Ibnu Jama’ah bahwa ulama sebagai mikrokosmos manusia dan
secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khair
al-bariyah). Atas dasar ini, maka derajat seorang alim berada setingkat dibawah derajat
Nabi. Hal ini didasarkan pada alasan karena para ulama adalah orang yang paling
takwa dan takut kepada Allah SWT. Dari konsep tentang seorang alim tersebut,
Ibnu Jama’ah membawa konsep tentang guru.
Untuk itu Ibnu Jama’ah
menawarkan sejumlah etika yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Etika pendidik
tersebut meliputi 6 hal, yaitu:
a. Menjaga akhlak selama
melaksanakan tugas pendidikan.
b. Tidak menjadikan profesi guru
sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya.
c. Mengetahui situasi social
kemasyarakatan.
d. Kasih sayang dan sabar.
e. Adil dalam memperlakukan
peserta didik.
f. Menolong dengan kemampuan yang
dimilikinya.
Dari keenam etika tersebut, yang menarik adalah etika
tentang tidak bolehnya profesi guru dijadikan sebagai usaha mendapatkan
keuntungan materil, suatu konsep yang di masa sekarang tampak kurang relevan,
karena salah satu ciri kerja professional adalah pekerjaan dimana orang yang
melakukannya menggantungkan kehidupan di atas profesinya itu.
Namun Ibnu Jama’ah berpendapat
demikian sebagai konsekuensi logis dari konsepnya tentang pengetahuan. Bagi
Ibnu Jama’ah pengetahuan (ilmu) sangat agung lagi luhur, bahkan bagi pendidik
menjadi kewajiban tersendiri untuk mengagungkan pengetahuan tersebut, sehingga
pendidik tidak menjadikan pengetahuannya itu sebagai lahan komoditasnya, dan
jika hal itu dilakukan berarti telah merendahkan keagungan pengetahuan. Secara
umum etika-etika tersebut diatas menampakkan kesempurnaan sifat-sifat dan
keadaan pendidik dengan memiliki persyaratan-persyaratan tertentu sehingga
layak menjadi pendidik sebagaimana mestinya.[8]
E.
Pengembangan Pemikiran Etika
Mengajar Dalam Pendidikan Islam
Dari
uraian di atas jelaslah bahwa seorang guru Muslim memiliki peranan bukan saja
di dalam sekolah, tetapi juga diluarnya. Oleh
yang demikian menyiapkannya juga harus untuk sekolah dan untuk luar sekolah.
Maka haruslah penyiapan ini juga dipikul bersama oleh institusi-institusi
penyiapan guru seperti fakulti-fakulti pendidikan dan maktab-maktab perguruan
bersama-sama dengan masyarakat Islam sendiri, sehingga guru-guru yang
dihasilkannya adalah guru yang soleh, membawa perbaikan (muslih), memberi dan
mendapat petunjuk untuk menyiarkan risalah pendidikan Islam.
Petunjuk
Islam di dalam dan di luar adalah sebab tujuan pendidikan dalam Islam untuk
membentuk generasi-generasi umat Islam yang memahami dan menyedari risalahnya
dalam kehidupan dan melaksanakan risalah ini dengan sungguh-sungguh dan amanah
dan juga menyedari bahawa mereka mempunyai kewajipan kepada Allah S.W.T dan
mereka harus melaksanakan tugas itu dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Begitu juga mereka sadar bahwa mereka mempunyai tanggung jawab, maka mereka
menghadapinya dengan sabar, hati-hati dan penuh prihatin.
Begitu juga mereka sadar bahwa mereka mempunyai tanggungjawab terhadap masyarakatnya,
maka mereka melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab, amanah, professionalism.
Dengan demikian umat Islam akan mencapai cita-citanya
dalam kehidupan dengan penuh kemuliaan, kekuatan, ketenteraman dan kebanggaan.
Lebih spesifiknya jika peran pendidik lebih terlihat di berbagai masalah
perubahan masyarakat. Baik dalam pendidikan, sosial, kebudayaan, ekonomi, agama
dan juga politik.
BAB III
KESIMPULAN
Mengajar
adalah guru yang mengajar dan murid yang belajar. Mengajar paling terpenting
dalam lingkungan pencarian ilmu. Mengajar merupakan suatu kewajiban bagi
orang-orang yang berilmu. Dan mengajar adalah memberi berbagai macam ilmu
pengetahuan kepada anak didiknya atau murid yang di ajarkan. Mengajar juga pada
dasarnya adalah belajar mengajar. Ada pun dalam arti yang sederhana mengajar
ada yang memberi istilah degan guru, ustad, kyai, dan ulama.
Dalam proses mengajar, guru tidak lepas dari etika
mengajar apabila kesuksesan pendidikan ingin dicapai dengan sempurna. Jika
seorang guru memiliki etika yang baik dalam mengajar dan memikat maka ia akan
menjadi seorang guru yang disukai murid-muridnya. Mereka akan menerima
pelajaran yang diberikan dengan hati senang dan antusias. Dan tidak diragukan
lagi, guru yang tidak memiliki etika dalam mengajar, tidak akan bertahan lama
menekuni profesi sebagai seorang guru, kecuali karena terpaksa. Karena etika
yang baik akan membentuk sifat menerima antara guru dan murid-muridnya, yang
merupakan unsur terpenting dalam proses pendidikan.
Dengan
demikian menyiapkannya juga harus untuk sekolah dan
untuk luar sekolah. Maka haruslah penyiapan ini juga dipikul bersama oleh
institusi-institusi penyiapan guru seperti fakulti-fakulti pendidikan dan
maktab-maktab perguruan bersama-sama dengan masyarakat Islam sendiri, sehingga
guru-guru yang dihasilkannya adalah guru yang soleh, membawa perbaikan
(muslih), memberi dan mendapat petunjuk untuk menyiarkan risalah pendidikan Islam.
Begitu juga mereka sadar bahwa mereka mempunyai tanggung jawab, maka mereka
menghadapinya dengan sabar, hati-hati dan penuh prihatin. Begitu juga mereka
sedar bahawa mereka mempunyai tanggungjawab terhadap masyarakatnya, maka mereka
melaksanakannya dengan penuh tanggungjawab, amanah, professionalisme dan
kecekalan. Dengan demikian umat Islam akan mencapai cita-citanya dalam
kehidupan dengan penuh kemuliaan, kekuatan, ketenteraman dan kebanggaan.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2010.
Psikologi Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Hamdani, Ihsan. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Kholiq, Abdul. 1999. Pemikiran Pendidikan
Islam Kajian Tokoh Klasik & Kontemporer. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Rizal, Samsul. 2002. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers.
Subana, M. 2009. Strategi Belajar Mengajar
Bahasa Indonesia: Berbagai Pendekatan Metode Tehnik Dan Pengajaran. Bandung: CV Pustaka Setia.
Zainuddin, 1991. Seluk
Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara.
pengembangan
pemikiran etika mengajar/etika-guru-menurut-perspektif-para.html. oleh Syamsul
Arifin pada 14 Mei 2011 di akses tanggal 23 Maret 2012
[1] Ihsan Hamdani dan Ihsan A. Fuad, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007). 93
[2] M Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Berbagai Pendekatan Metode Tehnik Dan Pengajaran ( Bandung: CV Pustaka
Setia, 2009). 13
[5] Zainuddin, Seluk
Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara,1991). 56
[6] Abdul Kholiq, Pemikiran
Pendidikan Islam Kajian Tokoh Klasik & Kontemporer, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999). 24
[7] Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002). 167- 168
[8] pengembangan pemikiran etika
mengajar/etika-guru-menurut-perspektif-para.html. oleh syamsul arifin pada 14
mei 2011 di akses tanggal 23 maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar